Siapa paling cinta pada Taiwan? Petani buah aiyu (Ficus pumila) dan periset ficus memiliki jawaban yang sama: “Lebah aiyu paling cinta pada Taiwan!” Karena lebah aiyu hanya bisa menyerbuk dan bereproduksi di Taiwan, menghasilkan makanan khas Taiwan – jelly aiyu.
Buah aiyu liar yang hidup bersimbiosis dengan lebah aiyu, tumbuh menjalar di cabang pohon dan berbuah di tempat yang tinggi dan sulit dijangkau, sehingga pemetikannya penuh bahaya. Stasiun Perluasan dan Riset Pertanian Distrik Miaoli (Miaoli District Agricultural Research and Extention Station) mengembangkan aiyu dataran Miaoli No. 1 dan Miaoli No. 2,
agar menghasilkan produktivitas tinggi dan proses pemetikannya menjadi semakin mudah. Para peneliti juga menemukan bahwa sel embrio buah aiyu bermanfaat untuk memutihkan kulit, sehingga mereka melakukan pengembangan lebih lanjut untuk membuat produk kosmetik dari bahan tersebut, dan meningkatkan nilai guna buah aiyu.
Tempat pembibitan yang tidak menarik perhatian dan tertutup untuk umum, di sini adalah Stasiun Perluasan dan Riset Pertanian Distrik Miaoli (Miaoli District Agricultural Research and Extention Station, MDARES), pembibitan dalam rumah kaca dengan paparan sinar matahari yang lembut, sistem sprinkler otomatis sedang menyirami bibit tanaman. Tempat ini adalah gudang penyimpanan 115 varietas bibit buah aiyu, yang dikumpulkan dari hutan pegunungan dan lahan liar di berbagai pelosok Taiwan selama 20 tahun terakhir.
Teknisi Liu Mao-jung yang sudah bekerja di MDARES selama 30 tahun selalu bergegas ke lokasi ketika ia mendengar ada bibit buah aiyu yang unik, salah satunya adalah bibit yang dipetik dari tebing berbatu di Caoling, yang konon telah berusia 100 tahun. Liu Mao-jung berkata, “Buah aiyu ini berhasil ditemukan atas petunjuk keluarga pemetik buah aiyu, yang sudah melakukan pekerjaan tersebut selama tiga generasi, pohon tua itu masih sangat kuat, cabang pohonnya saja lebih besar dari lengan manusia.” Tapi setelah ditanam di dataran, bibit yang tumbuh kurang bisa beradaptasi dengan iklim dataran, sehingga hasil produksinya kurang bagus.
Varietas buah aiyu dengan keunikan yang berbeda-beda banyak sekali terdapat di gudang bibit, namun buah aiyu yang datang dari berbagai penjuru, baik jumlah produksi, ataupun kemampuan beradaptasi pada iklim Taiwan Utara, Tengah dan Selatan, serta kandungan pektin, semuanya tidak mampu menandingi buah aiyu Miaoli No. 1 dan Miaoli No. 2 yang dikembangkan MDARES.
Domestikasi Budidaya Memudahkan Pemanenan
Terjunnya MDARES ke sektor pembibitan buah aiyu disebabkan oleh koneksinya dengan “lebah aiyu”. MDARES dulunya adalah “Stasiun Eksperimen Serikultur dan Apikultur”, karena risetnya dalam ternak lebah, sehingga para peneliti di sini juga meneliti lebah aiyu yang tergolong sebagai “serangga penyerbuk”. Tapi yang berbeda adalah, lebah mengumpulkan madu di luar ruangan, sedangkan lebah aiyu masuk ke dalam buah aiyu untuk menyelesaikan tugas misterius perkawinan dan peneluran. Sebagai bagian dari penelitian lebah, tim di bawah pimpinan deputi direktur pada saat itu, Wu Deng-zhen, mulai mengadakan riset buah aiyu.
Buah aiyu kebanyakan ditemukan secara liar di pegunungan, menjalar pada pohon besar, akarnya semakin tinggi, buahnya pun semakin banyak, dan ini meningkatkan risiko bagi pemetik yang harus memanjat tinggi.
Untuk mengurangi risiko yang membahayakan keselamatan pemetik serta membudidayakan buah aiyu dengan produktivitas tinggi, MDARES memilih “varietas unggul” dari gudang bibitnya untuk menjalani domestikasi aseksual. Miaoli No. 1 dan Miaoli No. 2 yang masing-masing dihasilkan pada tahun 2012 dan 2013, adalah varietas buah aiyu dengan jumlah produksi dan kandungan pektin tinggi yang tumbuh paling cepat di dataran.
Baik varietas Miaoli No. 1 yang tahan hama maupun varietas No. 2 yang cepat matang, tiang beton setinggi sekitar tiga meter disediakan bagi penjalaran pohon aiyu. Pemanen dapat memakai pisau teleskopik yang biasa digunakan untuk memanen buah pinang, sehingga tidak perlu menggunakan tangga untuk memetik buah aiyu.
MDARES menawarkan pengalihan teknologi budidaya Miaoli No. 1 dan Miaoli No. 2 dengan harga NT$400.000, termasuk 1.000 bibit aiyu, serta panduan dalam teknik pengelolaan budidaya dan bantuan dalam penyerbukan lebah aiyu. Harga tersebut belum termasuk modal sekitar NT$1.000 untuk membangun satu tiang beton, aiyu memerlukan waktu paling cepat tiga tahun untuk tumbuh dari bibit sampai ke tahap bisa dipanen, dan minimum lima tahun untuk mencapai produksi stabil. Semua ini membuat banyak petani memilih mengurungkan niat mereka.
Pulang untuk Mereklamasi Kampung Halaman
Frank Fan, pemilik Taman Aiyu Keluarga Fan di Yuli, Hualien, memiliki mata yang tajam untuk menggenggam peluang. Saat pertama mendengar kabar pengalihan teknologi budidaya “Miaoli No. 1” pada tahun 2013, ia segera mendaftar dan menjadi petani pertama yang menerima pengalihan teknologi tersebut. Setelah berupaya selama lima tahun, Fan menjadi duta promosi terbaik bagi Miaoli No. 1.
Frank Fan yang sebelumnya bekerja selama lebih dari 10 tahun di Daratan Tiongkok, memiliki sebidang lahan pertanian tak terpakai yang ditinggalkan oleh orang tuanya di Yuli. Pada tahun 2005, ia mengontrak orang untuk menanam pohon kayu manis, yang membuahkan hasil cukup baik, tapi mengalami kesulitan dalam penjualannya. “Berdasarkan regulasi pengobatan tradisional Tiongkok, kayu manis kering yang diolah dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional, hanya bisa dijual oleh apotek herbal Tiongkok; sementara kayu manis segar yang dijual pada distributor, harganya terlalu rendah untuk menutupi modal.” Fan yang juga pemimpin kelas tiga Yuli Special Crops mengatakan, ia pernah mempertimbangkan untuk membudidaya pohon kamelia, tapi pohon kamelia bisa ditemukan di berbagai pelosok Guangxi, Daratan Tiongkok, mana mungkin bisa menandingi penjualan mereka dengan harga rendah? Pilihan satu-satunya hanya buah aiyu khas Taiwan.
Setelah pensiun, Fan menebang semua pohon kayu manis dan menanami lahannya dengan pohon aiyu secara organik. Pada dua tahun pertama, melihat pohon aiyunya digigit hama, ia sebenarnya ingin menyemprotkan pestisida, tapi memilih untuk menggunakan air tekanan tinggi dan memelihara sekawanan ayam kampung sebagai “rekan kerja,” yang bertugas untuk memakan hama yang jatuh tersemprot air tekanan tinggi. Akhirnya pohon aiyu menjadi kurus, ayam kampung malah menjadi gemuk.
Melalui upaya selama lima tahun dalam pemulihan tanah, pembasmian hama, penyesuaian perubahan iklim, metode penanaman dan waktu panen, serta pembangunan lingkungan simbiosis antara lebah aiyu dan pohon aiyu, ekologi organik bagi pembudidayaan buah aiyu telah bertumbuh kuat, menghasilkan buah aiyu organik yang kaya akan kandungan pektin.
“Buah aiyu adalah pusaka Taiwan. Impianku adalah menjualnya ke seluruh dunia, bagaikan buah kiwi dari Selandia Baru,” tutur Fan.
Lebah Aiyu: Kampung Halamanku hanya Taiwan
Berbicara tentang “keunikan Taiwan”, pandangan Frank Fan seunik matanya yang tajam yakni aiyu adalah tanaman khas Taiwan, penyebabnya adalah lebah aiyu.
Asisten periset MDARES Lin Meng-jin mengemukakan, “Perkembangbiakan aiyu sepenuhnya bergantung pada penyerbukan oleh lebah aiyu, yang panjangnya hanya 0,3 cm dan tidak menyengat orang. Setelah berbuah, celah kecil 0,3 cm secara otomatis terbuka di ujung luar buah aiyu, mengeluarkan aroma khusus yang menarik lebah aiyu untuk masuk.”
Saat terbang keluar dari buah aiyu jantan, tubuh lebah aiyu betina akan dipenuhi serbuk sari buah aiyu jantan, yang akan menyelesaikan proses penyerbukan ketika memasuki buah aiyu betina, sehingga buah aiyu bisa menghasilkan jelly aiyu setelah tumbuh matang; tapi andaikata memasuki buah aiyu jantan, lebah aiyu betina juga bisa bertelur di dalamnya dan menyelesaikan tugas reproduksi. Hubungan simbiosis antara buah aiyu dan lebah aiyu memperlihatkan keajaiban dan misteri alam.
Dua puluh tahun lalu, sudah ada petani Taiwan yang hendak mengembangbiakkan buah aiyu di Daratan Tiongkok dan Asia Tenggara, bahkan membawa lebah aiyu Taiwan ke sana, tapi semuanya tewas terjangkit penyakit karena tidak mampu beradaptasi dengan iklim setempat.
Lin Meng-jin menjelaskan, tidak ada teknologi di mana pun di dunia yang dapat mereproduksi lebah aiyu secara artifisial pada saat ini. Di Daratan Tiongkok ada spesies sepupu dekat dengan aiyu, dikenal sebagai “dolar rambat,” tetapi kandungan pektinnya jauh lebih rendah. Beberapa ahli pernah mencoba menggunakan lebah dolar rambat untuk menggantikan lebah aiyu, tapi keduanya telah berevolusi menjadi spesies berlainan, lebah dolar rambat hanya memilih untuk masuk ke buah dolar rambat, sama sekali tidak tertarik dengan buah aiyu, maka upaya membudidaya buah aiyu tetap saja gagal.
Beberapa tahun terakhir, Daratan Tiongkok telah berhasil mereplikasi hasil produk pertanian Taiwan seperti atemoya, pisang dan lici yuhebao (dompet giok), tetapi buah aiyu yang tidak dapat direplikasi. Ini adalah hadiah dari Yang Maha Kuasa kepada Taiwan.
Untuk memperkuat industri pertanian buah aiyu, MDARES memilih varietas spesifik dan mengekstrak zat-zat darinya untuk diteliti. Mereka menemukan bahwa ekstrak dari sel embrio buah aiyu dapat menekan produksi melanin dan meningkatkan produksi kolagen. Kerja sama dengan China Medical University dalam pengujian seluler dan hewan telah mengonfirmasi efek pemutihan dan restorasi pada kulit.
Periset MDARES Lu Mei-chun menjelaskan satu buah aiyu biasanya bisa menghasilkan 200 ml jelly aiyu, tapi melalui ekstraksi bioteknologi bisa menghasilkan 500 lembar masker perawatan wajah atau 400 botol likuid esensi. MDARES sedang mencari mitra bisnis untuk pengalihan teknologi. Jika bisa dikembangkan menjadi produk baru, selain bisa meningkatkan insentif bagi petani untuk membudidayakan buah aiyu, produk tersebut juga akan menjadi produk kecantikan khas Taiwan!