Bahasa tulisan itu menampung sebuah pengetahuan, jejak sejarah, juga cara untuk mengepakan sayap sebuah mimpi. Membantu kita menerobos ruang dan waktu, merasakan masa lalu hingga masa sekarang ini, mentransmisi pemahaman budaya untuk generasi mendatang. Seiring dengan semakin universalnya akses komputer dan internet, bahasa tulisan memiliki rupa-rupa baru; namun di salah satu sudut Taiwan masih terdapat sosok-sosok yang bersikeras dengan budaya penulisan tradisional. Tidak peduli perputaran generasi terus berjalan, mereka tetap mempertahankan industri tradisional, mengumpulkan berbagai peralatan tulis kuno dan mereproduksinya, menghadirkan kembali peralatan tulis kuno yang baru, tersusun rapi di ruang yang tersedia, layaknya mesin waktu, tempat-tempat ini kembali membawa kita merasakan kehangatan dan keindahan tersendiri dari bahasa tulisan kuno.
Gemuruh suara mesin tengah beroperasi, saat memasuki pintu, tercium semerbak aroma segar serasa membangkitkan ilham dan semangat. Inilah industri tinta Ta-yu yang berlokasi di distrik Sanchong, kota New Taipei, didirikan sejak tahun 1974 oleh Chen Chia-te, saat ini telah diturunkan pada anaknya Chen Chun-tien. Pada tahun 1975, saat Kementerian Pendidikan memasukkan pelajaran kaligrafi dalam kurikulum sekolah, tinta tongkat menjadi alat tulis penting bagi setiap siswa. Pada masa jaya tinta batu, tempat ini mampu mempekerjakan 6 orang instruktur dan 5 orang pengecat pernis emas, “Itu juga masih kurang, seringkali tidak keburu, pulang sekolah saya harus langsung bantu mengemas, tidak ada waktu mengerjakan pekerjaan rumah.” Demikian yang dikatakan Chen Chun-tien sambil mengenang masa itu. Setelah masa kejayaan berlalu, satu persatu industri tinta ditutup, hanya Chen Chia-te yang tetap mempertahankan Ta-yu, menjadi satu-satunya yang industri tinta buatan tangan yang tersisa di Taiwan.
Perjuangan Tinta Hitam Berkilau
Beragam jenis tongkat tinta, ada yang terbuat dari jelaga pinus, tinta jelaga minyak dan lainnya, namun tinta jelaga pinus produksi Ta-yu adalah yang berkualitas paling baik. Bahan tinta tongkat adalah jelaga pinus, gelatin oxhide dan air yang dipanaskan dan diaduk menjadi satu, kombinasi ini adalah hasil dari percobaan Chen Chia-te yang sudah tidak terhitung jumlahnya, perbandingan jumlah bahan yang dipadukan harus cermat, tidak boleh ada kesalahan, kalau tidak maka tinta tongkat yang dihasilkan mudah retak. Masukkan bahan lainnya seperti musk dan borneol di saat campuran adonan tinta panas, kemudian dengan menggunakan mesin, terus digiling sampai panas gesekan menguapkan kandungan air, sehingga adonan tinta bertekstur halus. Langkah ini dilakukan untuk mendapatkan tinta berkualitas dengan tekstur halus, jika kurang digiling maka tekstur tinta yang dihasilkan kasar, tinta yang dihasilkan tidak halus, sedangkan jika digiling terlalu lama, kandungan air menguap habis, adonan tinta menjadi terlalu keras, tidak bisa dibentuk, semua ini berdasarkan akumulasi pengalaman.
Selanjutnya, adonan tinta diratakan dengan palu besi, agar adonan menjadi lentur dan udara yang ada dapat dikeluarkan, guru pembuat harus sekuat tenaga dan berulang-ulang menguleni adonan, sampai peluh keringat bercucuran. Adonan yang mengandung gelatin akan cepat menjadi keras jika terkena udara, untuk itu harus segera dibagi-bagi dan dimasukan ke dalam kantong plastik kedap udara, kemudian menaruhnya di bawah rak samping kompor kayu agar tetap hangat.
Warisan Tinta Tradisional
Tidak mengunakan kompor gas ataupun kompor listrik, industri tinta Ta-yu bersikeras mempertahankan metode tradisional, dengan menggunakan tungku arang yang perlahan-lahan memanaskan meja ruang kerja, sehingga adonan tinta dapat diuleni dan memastikan semua udara telah dikeluarkan dari adonan, setelah adonan tinta yang diuleni guru pembuat menjadi berkilau, barulah dibentuk dengan cetakan. Cetakan kayu delima yang memiliki sejarah seabad lebih ini adalah warisan dari Chen Chia-te, pada bagian atas, alat yang dibawa dari Fuzhou ini, terukir halus pemandangan dan wanita cantik, kini cetakan seperti ini sudah tidak diproduksi lagi di Taiwan.
Adonan tinta yang dimasukkan cetakan harus menunggu hingga keesokan harinya, setelah benar-benar dingin dan kering, baru dapat dilepaskan dari cetakan. Adonan tinta ini tidak boleh terkena panas dan air, jika di musim panas terkena panas, adonan menjadi lunak, lembab di saat hujan membuatnya mudah berjamur; adonan tinta tidak boleh dijemur dan juga tidak boleh tertiup angin, hanya dapat didiamkan dalam ruangan, dengan sabar menunggu kering secara alami, memerlukan waktu sekitar 25 hari. Industri tinta Ta-yu mempertahankan metode pembuatan tinta tradisional yang cermat, sehingga saat orang yang berada di depan meja, mengosok tinta dengan perlahan, merasakan aroma tinta dan keindahan budaya tradisional Asia.
Rumah Spiritiual Budaya Tulisan Mandarin
Penyebaran kebudayaan semakin meluas dengan diciptakannya movable type (sistem percetakan dan tipografi dengan menggunakan potongan-potongan huruf bergerak), saat ujung jari tangan meraba lembaran buku, dapat terasa tekstur tonjolan halus yang merupakan kekhasan dari movable type, ini adalah model yang pasti dijumpai pada buku-buku sejak sebelum 30 tahun yang lalu. Setelah gelombang digital melanda, movable type sebagai salah satu dari 4 penemuan besar Tiongkok harus menghadapi ancaman kemusnahan. Pada tahun 2000, setelah Zhongnan, percetakan movable type terbesar di Taiwan memadamkan lampu usahanya, Chang Chieh-kuan, yang saat ini sebagai pemilik dari percetakan movable type Rixing merasakan, seiring dengan ditutupnya percetakan tradisional, maka movable type juga akan punah. Untuk itu ia memilih menjadi orang yang meneruskan usaha ini agar dapat mempertahankan aset budaya berharga ini, sehingga sampai sekarang Rixing menjadi satu-satunya percetakan movable type Mandarin di dunia.
Berlokasi di Jalan Taiyuan, kota Taipei, setiap hari Rixing yang didirikan pada tahun 1969 oleh Chang Hsi-ling, ayah dari Chang Chieh-kuan, menjadi sumber yang menyediakan tulisan cetak, di ruang yang kecil dan sempit ini, tertata 3 jenis karakter tulisan yaitu Kai (huruf balok), Song (tipe tulisan yang dipublikasikan pada masa Dinasti Song) dan Hei (gothic/sans-serif) dengan besar kecil tulisan terbagi atas 7 ukuran, Rixing memiliki sekitar 12 – 15 ribu lebih cetakan huruf (qien zi) dan cetakan tembaga. Chang Chieh-kuan membeberkan, “qien” dalam bahasa Taiyu sinonim dengan “qien” yang berarti jodoh, jadi memberikan cetakan huruf bermakna menjalin jodoh, mereka yang datang ke Rixing dapat membuat stempel untuk diberikan pada sang kekasih, pernah ada orang yang datang ke Rixing dan menghabiskan waktu setengah tahun hanya untuk memilih huruf-huruf sebagai pernyataan cintanya saat melamar sang kekasih. Untuk memilih huruf-huruf yang tersedia, anda bisa meminta bantuan pegawai toko, namun ada orang yang lebih suka melakukan sendiri, memilih dengan cermat satu-persatu, menikmati kesenangan layaknya berburu harta karun. Namun yang patut diperhatikan adalah begitu anda mengeluarkan huruf dari rak, maka anda tidak dapat menaruhnya kembali, karena mungkin dapat merusak atau menempatkan ada tempat yang salah, apabila kurang satu huruf atau kurang satu goresan dari hasil cetakan bisa mengakibatkan kesalahan fatal, huruf-huruf membawa makna tersendiri, tidak boleh ada kesalahan.
Menghidupkan Kembali Tulisan
Cetakan huruf di tangan adalah misi Chang Chieh-kuan, sejarah yang terkandung dalam sederetan kotak kayu, cetakan tembaga tulisan karakter Kai yang ada Rixing adalah pusaka keluarga, sambil bergurau Chang memberikan gambaran tersebut, cetakan tembaga ini dibawa dari Shanghai pada tahun 1920, memiliki sejarah seratusan tahun, hasil cetakan tidak jelas, sudah ada garis goresan yang rusak, cetakan tembaga ini adalah ukiran tangan ahli ukir pada masa itu, sehingga tidak ada orang yang dapat memperbaikinya. Tahun 2008, Chang Chieh-kuan berencana menghidupkan kembali ukiran tulisan tangan dengan mengumpulkan kekuatan dari relawan, mereka memindahkan gambar ke dalam komputer, setelah dikoreksi baru disimpan ke dalam komputer, namun setiap goresan huruf memiliki karakter dari masing-masing penulis, untuk memastikan semua karakter dengan mempertahankan ritme dan gaya yang sama, meskipun diperbaiki oleh orang yang berbeda dan lagi bagaimana menjaga kesimbangan goresan horizontal vertikal dan tipis tebal dari setiap ukuran yang berbeda, ini merupakan tantangan yang memerlukan waktu, tenaga dan biaya yang sangat besar.
Sepertinya nasib sudah menentukan untuk menekuni bidang ini, semasa muda, Chang Chieh-kuan pernah belajar mekanisme mesin bubut, mesin-mesin yang ada di tokonya sudah sangat kuno, tidak ada orang yang bisa memperbaiki, jadi ia sendiri yang memperbaiki, dengan berdasarkan pengalaman dan apa yang pernah ia pelajari. Chang Chieh-kuan sambil berkelakar mengatakan, pekerjaan yang harus diembannya adalah bernafas kuat-kuat, karena banyak yang harus ia kerjakan, memikul misi, mempertahankan budaya karakter Han, berharap mesin-mesin yang ada di Rixing tetap berjalan abadi seperti rotasi bulan dan matahari, agar generasi Tionghoa di dunia dapat memiliki budaya tulisan Mandarin yang indah.
Kebangkitan Kembali Kebudayaan Klasik
Monitor komputer, tetikus dan papan ketik telah menggantikan kuas tinta. Dibandingkan dengan membaca buku, lebih banyak waktu yang dihabiskan melalui jendela informasi telepon genggam, komputer tablet, ini adalah meja belajar jaman sekarang. Di Distrik Xinyi, Kota Taipei, terdapat sebuah ruang yang memamerkan peralatan tulis tradisional, peta tua serta barang-barang kuno dengan tujuan menghadirkan lagi wajah kuno alat tulis di mata pengunjung.
Ketika pintu merah rumah di jalan kecil Zhuangjing dibuka, menapakkan kaki di atas lantai tegel kecil, berjalan masuk ke toko, terlihat beragam peralatan tulis yang berjajar pada rak kayu besar, pena celup (dip pen) masa Perang Dunia II, pena kaca, penjepit kertas (paperclip), paku payung, pulpen yang sudah tidak diproduksi lagi dan lainnya, pada rak kayu sebelahnya terdapat mesin ketik, peta tua, alat ukur dan lainnya, layaknya kembali ke masa lalu, barang-barang bersejarah kembali hadir di depan mata. “Ini semua adalah alat tulis yang digunakan tetuah saat duduk di sekolah dasar, terlihat jejak sejarah dan kisah masa itu.” Demikianlah yang dikatakan sang pemilik toko, Sander Jean memaparkan asal muasal “Toko Alat Tulis Da¬ren¬xiao¬xue”.
Sebelum adanya serutan pensil, pisau kecil adalah alat yang pasti tersedia dalam kotak pensil; menulis dengan pena tinta, setiap kali harus mengisi tinta, tulisan dalam satu kalimat bisa tebal bisa tipis, hal ini sudah jarang ditemukan di jaman sekarang yang menggunakan pena bolpoin; untuk menghindari agar tinta tidak tumpah di dalam tas, dibuatlah botol tinta dengan pengait agar bisa dikaitkan pada ikat pinggang, jadi tidak takut tumpah…desain seperti ini menceritakan kisah yang bermakna pada era masa itu.
Sander yang sebelumnya bekerja sebagai designer, dipengaruhi oleh ayahnya yang menjadi seorang arsitektur, Sander memiliki perasaan khusus terhadap perangkat menulis seperti pena, pengaris, peta dan lainnya, peralatan tulis yang terpapang di tokonya adalah koleksi yang ia kumpulkan selama 10 tahun lebih. Keinginan berbagi keindahan obyek desain, membuat Sander dan istrinya, Chang Yu-chen memutuskan untuk memamerkan koleksinya dan menceritakan kisah dibalik peralatan tulis kuno yang ada. Semua peralatan tulis kuno ini adalah produksi masa itu, namun semuanya dalam kondisi baru dan belum pernah digunakan. Menjual barang-barang koleksinya yang lebih bukan untuk mencari keuntungan, “Kualitas bahan yang digunakan membuat alat tulis kuno sangat baik dan tahan lama, kami berharap orang yang membelinya bisa membawa pulang untuk digunakan, memperpanjang nilai dari peralatan tulis tersebut.” demikianlah ujar Sander.
Terkadang perlu bagi kita untuk menyisihkan peralatan dari era digital! Alat tulis tua yang dulu pernah berperan dalam kehidupan, kembali dihidupkan oleh para ahli di bidang ini, sehingga kehangatan dan kesederhanaan peralatan tulis tua dapat menjalar di tengah kesibukan kehidupan modern.