Jalan yang Ditentukan Dewi Mazu
“Kilas balik mengenang Taiwan pada satu abad yang lalu, di bawah kondisi modernisasi yang menjunjung nilai rasional dan ilmu pengetahuan semakin maju berkembang, kepercayaan masyarakat dinilai ketinggalan zaman, takhayul dan Utilitarianistis dibandingkan agama-agama Barat.” Kata Lu Mei-huan, akan tetapi dia juga mengungkapkan sejak melakukan survei lapangan kegiatan prosesi Baishatun pada tahun 2001, pada tahun tersebut di tengah perjalanan kembali ke kuil, Dewi Mazu Baishatun tidak lagi memilih melintasi jembatan Xilou, pembawa tandu mengikuti pergerakan tandu Dewi Mazu yang membawa mereka turun ke sungai Zhuoshui. Menjadi saksi momen bersejarah, sebagian orang bertanya, “Benarkah harus turun ke sungai?” akan tetapi penganut lokal yang memandu berkata, “Jangan takut! Dewi Mazu yang memandu jalan, aman!” “Keyakinan” seperti ini membuat semua melepas sepatu dan kaus kaki, satu demi satu bergandengan tangan, saling membantu, langkah demi langkah kaki menginjak air sungai berpasir yang terus mengalir. “Pada saat itu air dalam sungai terasa dingin, saya merasakan kehangatan dalam bergandengan tangan, di pinggiran sungai tiupan angin sepoi-sepoi yang membawa pasir, setiap orang bersujud menyembah Dewi Mazu, panorama yang begitu mempesona, setiap orang terharu meneteskan air mata.” Lu Mei-huan menceritakan kembali kejadian pada masa itu, “Ini juga menandakan keyakinan telah merasuk ke dalam lubuk hati setiap umat.”
Beberapa tahun terakhir ini dengan semakin tingginya kesadaran penduduk lokal Taiwan, prosesi Dewi Mazu juga menjadi bagian dalam pengalaman yang ingin dirasakan generasi muda setidaknya “sekali seumur hidup”. Generasi muda memanfaatkan video menangkap setiap momen prosesi, yang menunjukkan perbedaan fokus perhatian mereka dengan orang tua. Para pelajar berbagi dengan Lu Mei-rong, selama perjalanan wajib mencicipi kuliner setempat, dan bagaimana mengatasi kapalan di telapak kaki selama mengikuti jalannya prosesi. “Yang kaum muda pedulikan adalah “Saya ada di sini”, “Inilah yang saya rasakan” dan lainnya”. Memanfaatkan fisik mereka untuk menyelami budaya sendiri, ingin lebih memahami komunitas ini, ingin menyaksikan bagaimana kehidupan orang lain, tiada keraguan untuk menampilkan rasa percaya diri terhadap budaya sendiri.
Lin Mei-rong yang mendalami penelitian penduduk lokal Taiwan selama bertahun-tahun mengatakan, budaya lokal pada masa awal selalu mendapat tekanan, hingga ada gerakan Taiwanization pada era tahun 1980, secara perlahan-lahan mulai ada pencerahan dan pengakuan akan tanah air, Dewi Mazu adalah dewi termasyhur di Taiwan, keyakinan terhadap Dewi Mazu dengan kehidupan masyarakat Taiwan berkaitan sangat erat. Sebenarnya tidak hanya menggandrungi Dewi Mazu pada setiap penanggalan imlek bulan ketiga, akan tetapi masyarakat Taiwan sepanjang tahun memuja Dewi Mazu. Sebagian besar kuil Dewi Mazu adalah museum yang menyimpan rekam jejak sejarah zaman itu dan keterampilan tangan tukang kayu, kesenian tradisi masyarakat seperti sanggar musik, sanggar bela diri dan parade kuil Zhentou yang menyertai keyakinan Dewi Mazu ikut maju dan berkembang menjadi rupa baru. Lin Mei-rong mengajak teman-teman asing, apabila berkunjung ke Taiwan jangan sampai ketinggalan untuk mengunjungi kuil Dewi Mazu, mengikuti prosesi Dewi Mazu yang digelar satu tahun sekali, merasakan keramahan dan kehidupa